Sabtu, 18 Juni 2011

SUTP (Sustainable Urban Transportation Project)

SUTP (Sustainable Urban Transportation Project)

Studi ini dilakukan oleh GTZ tahun 2009. Pertanyaan mendasar yang diajukan dalam kajian yang dilaksanakan oleh GTZ dengan judul “Transportasi dan perubahan iklim”. Perubahan iklim saat ini telah menjadi tantangan oleh semua negara di dunia. Berbagai kegiatan manusia yang menggunakan BBM, penebangan hutan dan pembuangan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) telah memperkeruh situasi tersebut. Dampak dari kegiatan tersebut telah tampak dalam berbagai persoalan di seluruh dunia. Mencairnya es dikutub utara dan selatan, menaiknya permukaan air laut, memanasnya suhu bumi dan perubahan musim adalah sebagian kecil dari akibat dari pencemaran udara tersebut. Dampak jangka panjang akan terus memperburuk situasi bagi berbagi negara terutama bagi negara miskin dan berkembang.

Transportasi saat ini telah saling berkaitan antara alam dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat perkotaan. Dengan demikian teramat sulit memberikan solusi atas masalah-masalah tersebut. Dengan menggunakan teknologi lama yang disertai upaya pengembangan inovasi dalam metodologi diperkirakan akan dapat mengurangi permasalah tersebut terutam bagi negara-negara miskin dan berkembang. Untuk itu maka diperlukan pilihan-pilihan kebijakan strategis untuk mengurangi emisi Green House Effect (GHG) adalah sebagai berikut:

· Avoid atau tinggalkan, yaitu meninggalkan motorisasi dalam perjalanan.

· Shift yaitu melakukan pembersihan atau menggunakan moda transportasi yang ramah lingkungan.

· Improve yakni melakukan efisiensi dalam pengelolaan sistem transportasi dan teknologi yang tersisa saat ini.

Untuk mecapai metode strategis diatas diperlukan instrumen–instrumen yang sebagai berikut:

a) Instrumen Perencanaan: Perencanaan yang tepat untuk mengurangi kebutuhan perjalanan adalah meningkatkan aksesibilitas. Dapat juga dilakukan dengan mengimplementasikan prasarana baru misalnya memperbaiki transit publik atau menggunakan Mass Transit Option (MTO), jalur non kendaraan bermotor dan memperkuat jalur pejalan kaki. Ditambahkan bahwa semua itu harus dipertimbangkan tentang tata guna lahan dan tingkat kepadatan penduduk.

b) Instrumen regulasi: Penerapan peraturan yang mengontrol kendaraan yang ada secara tepat, misalnya membatasi jumlah kendaraan yang berusia lama, melarang kendaraan roda dua yang bermesin 2 (dua) tag yang ternyata membawa emisi gerak yang tinggi. Instrumen peraturan tersebut ditujukan memberikan rasa aman menggunakan kendaraan bermotor yang memenuhi standar bagi penggunanya. Hal ini berarti standarisasi kendaraan bermotor merupakan mandatori dari tes/pengujian polusi udara.

c) Instrumen fiskal dan ekonomi: Instrumen fiskal dan ekonomi diterapkan untuk mengurangi perjalanan yang tidak terlalu penting. Jika instrumen ini diterapkan secara tepat akan mengurangi permasalahan transportasi secara seimbang. Namun instrumen ini juga memerlukan sumber-sumber pembiayaan baru terutama bagi pemerintah kota harus menyediakan perbaikan sistem transportasi publik yang ada. Misalnya: biaya perjalanan, cukai kemacetan, biaya parkir, biaya BBM.

d) Instrumen informasi: satu set informasi tentang perjalanan dalam kota serta pilihan-pilihannya diberikan kepada stakeholders agar semua warga dapat meningkatkan kesadarannya dan menggunakan kendaraan dengan lebih baik. Misalnya: Kampanye penggunaan kendaraan umum, transportasi masal.

e) Instrumen Teknologi: Instrumen ini mendorong terjadinya inovasi-inovasi baru dalam teknologi transportasi. Penggantian bahan bakar yang lebih bersih, mengurangi emisi, menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dan lainnya. Misalnya: Biodiesel, Ethanol, mobil hybrid dan laian-lain.

Sebagain besar instrumen yang disebut diatas dapat dilaksanakan dengan biaya yang murah hingga menengah. Selain itu dengan menerapkan instrumen tersebut secara cepat akan mendatangkan keuntungan fiskal pada pemerintah kota dan dalam jangka panjang akan mendatangkan keuntungan yang tak ternilai terutama mengurangi polusi udara dan meningkatkan liveabilitas manusia.

Perubahan paradigma pemerintah sering kali disikapi dengan tidak memuaskan. Namun dalam saat yang bersamaan berbagai solusi yang diperoleh tanpa pengetahuan tentang dampak jangka panjang, menghasilkan dampak yang sangat berbahaya bagi kondisi yang saat ini ada. Beberapa solusi misalnya terjadinya peningkatan investasi untuk pelebaran jalan yang ternyata tidak mengurangi persoalan pengurangan kemacetan, dan malah semakin meningkatkan persoalan dalam jangka penjang. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemecahanan masalah kemacetan jalan selama ini, ternyata banyak pendapat baru yang menyatakan bahwa solusi memecahkan masalah kemacetan adalah menggunakan transportasi tanpa motor (non motorised transportation). Kendaraan tak bermotor lebih murah dan dapat memenuhi persyaratan “predict and provide” dimana penyediaan ruang jalan didasarkan pada prediksi tingkat kemacetan. Solusi ini hanya tersendat beberapa tahun setelah dibangun.

Waktu kumulatif dari kemacetan berlalu lintas secara berangsur-angsur menyebabkan biaya tinggi bagi perekonomian baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional. Pembangunan transportasi berkelanjutan dalam dimensi ekologis, diperkuat dalam Bali Action Plan yaitu adanya komitmen 150 negara dalam rangka penurunan emisi dan mekanisme pembangunan bersih (CDM). Transportasi Merupakan salah satu faktor kunci yang memberikan andil terbesar kedua didalam menciptakan emisi dari gas rumah kaca (GHG), sehingga terdapat relasi yang kuat antara transportasi yang menggunakan BBM dengan perubahan iklim. Untuk itu diperlukan keterpaduan pemahasan antara kebijakan transportasi perkotaan dan penurunan emisi gas rumah kaca.

Hasil dari pembahasan secara terpadu kebijakan transportasi perkotaan dan perubahan iklim harus dituangkan dalam Urban Transport and Climate Change Action Plans sebagai Strategi Indonesia.